Rabu, 16 April 2014

Kebijakan Moneter (Monetary Policy)

Kebijakan Moneter
Sejarah Kebijakan Moneter[1]
Sistem moneter sepanjang zaman telah mengalami banyak perkembangan, sistem keuangan inilah yang paling banyak di lakukan studi empiris maupun historis bila di bandingkan dengan disiplin ilmu ekonomi lainnya.sistem keuangan pada zaman Rosulullah di gunakan bimatalic standard yaitu emas dan perak (dirham dan dinar) karena keduanya merupakan alat pembayaran yang sah dan beredar di masyarakat. Nilai tukar emas dan perak pada masa Rosulallah ini relative stabil dengan nilai kurs dirham-dinar 1:10, namun demikian, setabilitas nilai kurs pernah mengalami gangguan karena adanya disequilibrium antara supply dan demand. Misalkan pada masa bani umayyah (41/662-132/750) rasio kurs antara dinar-dirham 1:12, sedangkan pada masa abbasiyah (132/750-656/1258) berada pada kisaran 1:15.
Pada masa yang lain nilai tukar dirham-dinar mengalami fluktuasi dengan nilai oaling rendah pada level 1:35 sampai dengan 1:50. Instabilitas dalam nilai tukar yang ini akan mengakibatkan terjadinya bad coins to drive good coins out of circulations atau kualitas buruk akan menggantikan uang kualitas baik, dalam literature konvensional peristiwa ini di sebut hukum Gresham. Seperi yang pernah terjadi pada masa pemerintahan bany mamluk (1263-1328), dimana mata uang yang beredar tersebut dari fulus (tembaga) mendesak keberadaan uang  logam emas dan perak . oleh ibnu taimiyah di katakana bahwa uang dengan kualitas rendah akan menendang keluar uang kualitas baik.
Perkembangan emas sebagai standar dari uang beredar mengalami tiga kali evolusi yaitu:
1.      The gold cins standard : di mana logam emas mulia sebagai uang yang aktif dalam peredaran
2.      The gold bullion standard : di mana logam emas sebagai para meter dalam menentukan nilai tukar uang yang beredar.
3.      The gold exchange standard (bretton woods system): di mana otoritas moneter menentukan nilai tukar domestic currency dengan foreign currency yang mampu di back-up secara penuh oleh cadangan emas yang di miliki. Dengan perkembangan sistem keuangan yang demikian pesat telah memunculkan uang fiducier (kredit money) yaitu uang yang keberadaannya tidak diback-up oleh emas dan perak.
Pengertian Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah kebijakan pemerintah untuk memperbaiki keadaan perekonomian melalui pengaturan jumlah uang beredar. Jumlah uang beredar dalam analisis ekonomi makro, memiliki pengaruh penting terhadap tingkat output perekonomian, juga terhadap stabilitas harga-harga. Uang beredar yang terlalu tinggi tanpa disertai kegiatan produksi yang seimbang, akan ditandai dengan naiknya tingkat harga-harga pada seluruh barang dalam perekonomian atau dikenal dengan istilah inflasi.
Kebijakan moneter dalam perekonomian modern dilakukan melalui berbagai instrument, yaitu operasi pasar terbuka (open market operation), penentuan tingkat bunga ataupun penentuan besarnya cadangan wajib dalam sektor perbankan. Ada instrument lain yang digunakan oleh pemerintah selaku pengelola moneter, yaitu imbauan moral atau moral persuasion. Sektor yang paling berperan dalam berlangsungnya kebijakan moneter adalah sector perbankan. Melalui pengaturan sektor perbankan itulah pemerintah mencoba menerapkan kebijakan-kebijakan moneternya dengan atau alat-alat yang seperti diuraikan diatas.[2]
Tujuan Kebijakan Moneter[3]
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 3 tahun 2004  pasal 7 tentang Bank Indonesia.
Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005 Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karenanya, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan nilai tukar untuk mengurangi volatilitas nilai tukar yang berlebihan, bukan untuk mengarahkan nilai tukar pada level tertentu.
Dalam pelaksanaannya, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan moneter melalui penetapan sasaran-sasaran moneter (seperti uang beredar atau suku bunga) dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang  ditetapkan oleh Pemerintah.  Secara operasional, pengendalian  sasaran-sasaran moneter tersebut menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan.  Bank Indonesia juga dapat melakukan cara-cara pengendalian moneter berdasarkan Prinsip Syariah.
Jenis-Jenis Kebijakan Moneter[4]
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
1.      Kebijakan moneter ekspansif (Monetary expansive policy)
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami resesi atau depresi. Kebijakan ini disebut juga kebijakan moneter longgar (easy money policy)
2.      Kebijakan Moneter Kontraktif (Monetary contractive policy)
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy)
Instrumen Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter konvensional menggunakan variebel suku bunga sebagai stabilator intrumen kebijakan moneternya, antara lain:
1.      Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
2.      Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah uang yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum kadang-kadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
3.      Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
4.      Imbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
Adapun instrument kebijakan moneter Islam menekankan pada instrumen yang terbebas dari variabel suku bunga, instrumen kebijakan moneter seperti ini setidaknya dapat dijelaskan atau ditawarkan melalui pendekatan pemikiran Umer Chapra mengenai instrument kebijakan moneter yang tidak menggunakan variabel bunga, diantara instrument tersebut ialah[5]:

1.      Target pertumbuhan dalam M dan Mo
Merupakan instrument kebijakan moneter dalam rangka mengatur jumlah uang beredar dengan melakukan tiga alokasi jumlah uang yang ada. Alokasi tersebut dibagi untuk pemerintah, bank komersial, dan LKS lainnya. Akan tetapi alokasi tersebut harus sesuai dengan target pertumbuhan yang telah ditentukan, sehingga jumlah uang beredar tidak akan berlebihan atau kekurangan.
2.      Saham public terhadap deposito unjuk (Uang Giral)
Saham publik  terhadap deposito unjuk, diartikan sebagai langkah instrumen kebijakan moneter dengan menganjurkan adanya mobilisasi dana dari bank komersil yang terkumpul dalam deposito untuk dialirkan kepada pemerintah, sehingga pemerintah memilki pendapatan lain selain pajak yang akan dgunakan untuk membiayai proyek-proyek kesejahteraan social, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan optimalisasi output (GDP) dan stabilisasi harga.
3.      Cadangan wajib resmi
Ketika pemerintah ingin melakukan monetary expansive maka rasio cadangan wajib diturunkan, sedangkan ketika kebijakan yang diambil ialah monetary contractive maka langkah yang dilakukan ialah sebaliknya.
4.      Pembatas kredit
otoritas moneter membuat batasan atas alokasi kredit yang harus dikucurkan, baik dalam keadaan ekonomi booming ataupun resesi. Hal ini dilakukan untuk menghindari adanya decoupling (kesenjangan sector moneter-sektor riil, sehingga roda perekonomian akan berjalan beriringan.
5.      Alokasi kredit yang berorientasi kepada nilai
Berorientasi pada nilai dimaknai dengan kegiatan kredit yang dikucurkan bagi kegiatan-kegitan masyarakat dalam menyediakan barang/jasa yang dibutuhkan bersama dan alokasi bagi kegiatan wirausaha untuk usaha kecil dan menengah (UMKM).
6.      Teknik lain
Dilakukan dengan cara-cara lain yang mampu dan telah banyak digunakan di negra islam lainnya, antara lain moral suasion, OMO (SUKUK), refinance ratio, dan rasio peminjaman.



[1] Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami, Jakarta: PT RajaGrafindo, 2007, hlm. 177-178
[2] Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Ekslusif: Ekonomi Islam Menggunakan Instrument, Jakarta: Kencana, 2006, hlm. 261
[3] http://www.bi.go.id/id/moneter/tujuan-kebijakan/Contents/Default.aspx
[4] http://id.wikipedia.org/wiki/Kebijakan_moneter#cite_note-4
[5] http://www.syafiiantonio.com/artikeldetail.php?nid=27#_ftnref1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar