Analisa Agunan
Definisi Agunan
Dalam
penjanjian hutang-piutang, jaminan
atau agunan adalah aset
pihak peminjam yang dijanjikan kepada pemberi pinjaman jika peminjam tidak
dapat mengembalikan pinjaman tersebut. Jika peminjam gagal bayar,
pihak pemberi pinjaman dapat memiliki agunan tersebut. Dalam pemeringkatan kredit, jaminan sering
menjadi faktor penting untuk meningkatkan nilai kredit perseorangan ataupun
perusahaan. Bahkan dalam perjanjian kredit
gadai,
jaminan merupakan satu-satunya faktor yang dinilai dalam menentukan besarnya
pinjaman.
Agunan
adalah jaminan tambahan, baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak
yang diserahkan oleh pemilik agunan kepada bank syariah, guna menjamin
pelunasan kewajiban Nasabah Penerima Fasilitas (collateral).
Agunan
merupakan agunan material berupa surat berharga atau garansi risiko yang
disediakan oleh nasabah untuk menanggung pembayaran kembali suatu pembiayaan.
Apabila nasabah tidak dapat melunasi pembiayaan sesuai dengan yang
diperjanjikan, agunan tersebut dapat dijual atau dialihkan kepada bank untuk
melunasi sebagian atau seluruh kewajibannya.
Jenis Jaminan
1. Cash
Agunan
Cash Collateral meliputi: deposito berjangka/sertifikat deposito
syariah; margin deposit, blokir rekening tabungan atau giro syariah; Bank
Guarantee/Stand-by Letter of Financing (SBLC) yang diterbitkan
oleh bank lain; Bank Notes; Sertifikat Wadiah Bank Indonesia;
Obligasi Syariah Pemerintah atau Surat Utang Negara (SUN).
2. Noncash collateral
Agunan
Noncash Collateral meliputi: Emas-logam mulia, Tanah (dan bangunan)
yang bersertifikat Hak Milik dan Hak Guna Bangunan maupun dengan status
lainnya, Kapal laut/pesawat terbang, Kendaraan bermotor, Mesin dan peralatan
berat lainnya, Piutang dagang (receivable), Persediaan barang (inventory),
Personal Guarantee/Corporate Guarantee, dan lain-lain.
Fungsi Jaminan
Di
dalam rangka penyaluran modal berupa kredit kepada perusahaan-perusahaan dan
masyarakat untuk kepentingan pembiayaan, maka setiap kreditor diwajibkan untuk
melaksanakan prinsip kehati-hatian (prudential principles) dalam menyalurkan
kredit-kreditnya. Apabila meninjau pada prinsip-prinsip kehati-hatian sebelum
menyalurkan dan memberikan kredit kepada perusahaan-perusahaan dan masyarakat,
maka sekurang-kurangnya terdapat lima (5) prinsip kehati-hatian :
1. Watak
(character)
2. Kemampuan
(capacity)
3. Modal
(capital)
4. Jaminan
(collateral)
5. Kondisi
ekonomi ( condition of economy).
Collateral
sendiri meruapakan jaminan kredit yang mempertinggi tingkat keyakinan bank
bahwa debitur dengan bisnisnya mampu melunasi kredit, dimana agunan ini berupa
jaminan pokok maupun jaminan tambahan yang berfungsi untuk menjamin pelunasan
utang jika ternyata dikemudian hari debitur tidak melunasi utangnya. Debitur
menjanjikan akan menyerahkan sejumlah hartanya untuk pelunasan utang menurut
ketentuan perundang-undangan yang berlaku, apabila dalam waktu yang ditentukan
terjadi kemacetan pembayaran utangnya. Jaminan tambahan ini dapat berupa
kekayaan milik debitur atau pihak ketiga.
Jaminan
secara yuridis mempunyai fungsi untuk mengkover hutang. Oleh karena itu,
jaminan di samping faktor-faktor lain (watak, kemampuan, modal, jaminan dan
kondisi ekonomi), dapat dijadikan sebagai sarana perlindungan untuk para
kreditur dalam kepastian atau pelunasan utang calon debitur atau pelaksanaan
suatu prestasi oleh debitur.
Apabila
meninjau lebih mendalam pada fungsi jaminan (Collateral), maka jaminan sangat
dibutuhkan untuk menanggung kegagalan kredit. Oleh karena itu dalam praktik,
calon debitur diwajibkan memberikan jaminan kepada bank dengan nilai yang sama
atau lebih tinggi dari pinjaman (pembiayaan) yang diberikan oleh bank. Selain
itu, dalam praktik bank selalu menilai jaminan calon debitor lebih rendah dari
nilai pasar, sebagai nilai penyusutan yang harus ditanggung oleh calon debitor.
Hukum
jaminan diatur dalam buku ke II KUH perdata yang berisi tentang benda, hak
kebendaan, warisan, tentang piutang yang diistimewakan, gadai dan hipotik.
Tentang benda danhak kebendaan merupakan asas dari buku ke II KUHPer. Waris
dimasukan kedalam buku ke II KUHPer karena pengaruh dari hukum Romawi.
Sedangkan tentang piutang yang diistimewakan mempunyai hubungan yang erat
mengenai gadai dan hipotik. Buku KUHperdata memliki sistem tertutup. Artinya
hak-hak kebendaan diluar dari buku ke II tidak diperkenankan dan para pihak
yang membuat perjanjian tidak bebas dalam memperjanjikan hak kebendaan yang
baru.
Namun
pada kenyataannya pembuat undang-undang sendiri yang menciptakan hak kebendaan
yang baru dalam suatu perundang-udangan diluar KUHPerdata, seperti:
Creditverband dan Oogstverband. Selain itu praktek dan yurisprudensi juga
mengenal adanya lembaga hukum baru, yang mempunyai ciri hak-hak kebendaan
(fiducia). Hukum Jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur tentang
jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap seorang debitur.
Dasar
hukum jaminan adalah perjanjian pemberian jaminan kebendaan antara debitor dan
kreditor dengan tujuan menjamin pemenuhan, pelaksanaan atau pembayaran suatu
kewajiban, prestasi atau utang debitor kepada kreditor.
Agunan yang dapat diterima
Agunan
yang Dapat Diterima adalah agunan kebendaan yang diterima bank, berupa
agunan yang memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut. (1) dapat dengan mudah
diperjualbelikan, (2) dapat diberikan nilai secara umum dan pasti, (3) harga
barang tersebut relatif stabil, (4) dapat (dengan mudah) dipindahtangankan
karena mempunyai bukti-bukli kepemilikan yang sah, (5) dapat diikat secara nota
riil/legal (legally binding).
Jenis Penilaian Agunan
Jenis Penilaian Agunan adalah
sebagai berikut:
1. Nilai
Pasar. Nilai pasar adalah nilai hasil penilaian agunan berdasarkan
kondisi harga pasar/nilai wajar (Transaksi jual beli) dari jaminan tersebut,
baik yang dinilai oleh tim penilai Bank maupun yang dilakukan oleh tim penilai
independen.
2. Nilai
Bank. Nilai Bank adalah
nilai agunan setelah memperhitungkan risiko tingkat kesulitan dalam menjual
agunan tersebut. Besarnya tingkat keyakinan akan harga penjualan jaminan (Maximum
Reliance Value-Collateral Margin) diberikan dalam bentuk persentase
perkalian antara nilai pasar dan persentase minimum reliance yang akan
menghasilkan Nilai Bank yaitu; Market Value [nilai pasar) x MRV.
Nilai Bank ini dipergunakan untuk menentukan Nilai Likuidasi Jaminan jika
dijual secara cepat.
3. Nilai
APHT. Nilai APHT adalah nilai jaminan (Tanah atau tanah + bangunan)
yang didaftarkan dalam SHT sesuai dengan UUHT, yang akan menjadi hak preference
Bank.
4. Nilai
Fidusia. Di dalam akta fidusia (FEO) terdapat 2 nilai, yaitu
Nilai Penjaminan dan Nilai Benda. a. Nilai Penjaminan adalah nilai yang menjadi
hak preference Bank yang tertuang dalam akta fidusia. b. Nilai Benda
adalah nilai berdasarkan penilaian Bank. Besarnya nilai peniaminan yang harus
dicantumkan dalam akta fidusia adalah minimum sebesar nilai bank dan maksimum
sebesar nilai pasar dari objek yang dijaminkan.
Agunan Beresiko Tinggi
Beberapa
kondisi jaminan atau agunan yang berisiko tinggi: a. Terkena pelebaran
jalan/penggusuran, b. Keperuntukan jalur hijau, c. Tidak mempunyai akses jalan,
d. Di bawah tegangan tinggi, e. Tanah kuburan/bersebelah dengan kuburan, f.
Tanah gambut, payau, yang tidak dapat didirikan bangunan, g. Tanah dalam
sengketa, h. Turn over piutang tidak lancar, i. Persediaan barang (inventory)
yang mudah rusak.
Apabila dalam
kondisi tertentu bank menerima jaminan di atas, jaminan tersebut tidak
diperhitungkan dalam collateral coverage.
Analisis Agunan Pembiayaan
Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam analisis agunan pembiayaan adalah:
1. Fungsi
Agunan. Agunan (collateral) dapat dikatakan sebagai unsur pengaman
lapis kedua (the second way out) bagi bank dalam setiap pemberian
pembiayaan. Hal ini perlu diingat karena bagaimanapun baiknya analisis terhadap
watak, kemampuan, permodalan, kondisi serta prospek usaha pemohon, apabila
pembiayaan menjadi bermasalah, sumber pembayaran terakhir yang diharapkan oleh
bank adalah dari penjualan agunan. Oleh karena itu, penilaian terhadap agunan
wajib dilakukan sesuai penilaian prinsip kehati-hatian dan menggambarkan
objektivitas penilaian yang wajar atas agunan pembiayaan yang dimaksud.
2. Agunan
Pokok. Sesuai dengan penjelasan pasal 8 UU RI No. 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan dan perubahannya pada UU RI No. 10 Tahun 1998, tersurat bahwa agunan
pokok adalah agunan yang pengadaannya bersumber dari dana pembiayaan bank.
Agunan ini dapat berupa barang proyek atau hak tagih. Pengertian proyek atau
hak tagih harus diartikan sebagai seluruh usaha yang dibiayai dengan pembiayaan
sebagai satu kesatuan yang meliputi aset perusahaan (baik aktiva lancar maupun
sebagai aktiva tetap). Aset tersebut di atas termasuk yang langsung dibiayai
dengan pembiayaan maupun yang tidak langsung dibiayai dengan pembiayaan. Agunan
bank dapat hanya berupa agunan pokok tersebut apabila berdasarkan aspek-aspek
lain dari 5 C pembiayaan telah diperoleh keyakinan atas kemampuan pemohon untuk
melunasi pembiayaannya. Untuk jenis-jenis pembiayaan tertentu, dimungkinkan
dilakukan penggantian agunan pokok dengan agunan lain yang mempunyai nilai
likuiditas lebih tinggi.
3. Agunan
Tambahan. Agunan tambahan adalah agunan yang tidak termasuk dalam agunan pokok
di atas. Sebagai contoh agunan tambahan adalah aktiva tetap di luar proyek yang
dibiayai, surat berharga, garansi risiko, jaminan pemerintah, lembaga penjamin
dan lain-lain. Agunan tambahan menjadi wajib dipenuhi apabila pejabat
pemrakarsa dan atau pemutus berdasarkan analisis atas watak, kemampuan modal,
kondisi dan prospek usaha pemohon ditambah dengan agunan pokok yang ada, belum
merasa yakin bahwa pemohon akan mampu membayar pembiayaan sesuai yang
diperjanjikan.
4. Agunan
Pembiayaan Konsumsi. Mengingat pengembalian pembiayaan konsumsi pada umumnya
sulit diharapkan dari hasil penggunaan pembiayaan, dengan demikian agunannya
diutamakan bersumber dari gaji, gaji pensiun, penghasilan lain, maupun aktiva
tetap lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar