Senin, 28 April 2014

agunan


Analisa Agunan
Definisi Agunan
Dalam penjanjian hutang-piutang, jaminan atau agunan adalah aset pihak peminjam yang dijanjikan kepada pemberi pinjaman jika peminjam tidak dapat mengembalikan pinjaman tersebut. Jika peminjam gagal bayar, pihak pemberi pinjaman dapat memiliki agunan tersebut. Dalam pemeringkatan kredit, jaminan sering menjadi faktor penting untuk meningkatkan nilai kredit perseorangan ataupun perusahaan. Bahkan dalam perjanjian kredit gadai, jaminan merupakan satu-satunya faktor yang dinilai dalam menentukan besarnya pinjaman.
Agunan adalah jaminan tambahan, baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak yang diserahkan oleh pemilik agunan kepada bank syariah, guna menjamin pelunasan kewajiban Nasabah Penerima Fasilitas (collateral).
Agunan merupakan agunan material berupa surat berharga atau garansi risiko yang disediakan oleh nasabah untuk menanggung pembayaran kembali suatu pembiayaan. Apabila nasabah tidak dapat melunasi pembiayaan sesuai dengan yang diperjanjikan, agunan tersebut dapat dijual atau dialihkan kepada bank untuk melunasi sebagian atau seluruh kewajibannya.
Jenis Jaminan
1.      Cash
Agunan Cash Collateral meliputi: deposito berjangka/sertifikat deposito syariah; margin deposit, blokir rekening tabungan atau giro syariah; Bank Guarantee/Stand-by Letter of Financing (SBLC) yang diterbitkan oleh bank lain; Bank Notes; Sertifikat Wadiah Bank Indonesia; Obligasi Syariah Pemerintah atau Surat Utang Negara (SUN).
2.      Noncash collateral
Agunan Noncash Collateral meliputi: Emas-logam mulia, Tanah (dan bangunan) yang bersertifikat Hak Milik dan Hak Guna Bangunan maupun dengan status lainnya, Kapal laut/pesawat terbang, Kendaraan bermotor, Mesin dan peralatan berat lainnya, Piutang dagang (receivable), Persediaan barang (inventory), Personal Guarantee/Corporate Guarantee, dan lain-lain.
Fungsi Jaminan
Di dalam rangka penyaluran modal berupa kredit kepada perusahaan-perusahaan dan masyarakat untuk kepentingan pembiayaan, maka setiap kreditor diwajibkan untuk melaksanakan prinsip kehati-hatian (prudential principles) dalam menyalurkan kredit-kreditnya. Apabila meninjau pada prinsip-prinsip kehati-hatian sebelum menyalurkan dan memberikan kredit kepada perusahaan-perusahaan dan masyarakat, maka sekurang-kurangnya terdapat lima (5) prinsip kehati-hatian :
1.      Watak (character)
2.      Kemampuan (capacity)
3.      Modal (capital)
4.      Jaminan (collateral)
5.      Kondisi ekonomi ( condition of economy).
Collateral sendiri meruapakan jaminan kredit yang mempertinggi tingkat keyakinan bank bahwa debitur dengan bisnisnya mampu melunasi kredit, dimana agunan ini berupa jaminan pokok maupun jaminan tambahan yang berfungsi untuk menjamin pelunasan utang jika ternyata dikemudian hari debitur tidak melunasi utangnya. Debitur menjanjikan akan menyerahkan sejumlah hartanya untuk pelunasan utang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku, apabila dalam waktu yang ditentukan terjadi kemacetan pembayaran utangnya. Jaminan tambahan ini dapat berupa kekayaan milik debitur atau pihak ketiga.
Jaminan secara yuridis mempunyai fungsi untuk mengkover hutang. Oleh karena itu, jaminan di samping faktor-faktor lain (watak, kemampuan, modal, jaminan dan kondisi ekonomi), dapat dijadikan sebagai sarana perlindungan untuk para kreditur dalam kepastian atau pelunasan utang calon debitur atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur.
Apabila meninjau lebih mendalam pada fungsi jaminan (Collateral), maka jaminan sangat dibutuhkan untuk menanggung kegagalan kredit. Oleh karena itu dalam praktik, calon debitur diwajibkan memberikan jaminan kepada bank dengan nilai yang sama atau lebih tinggi dari pinjaman (pembiayaan) yang diberikan oleh bank. Selain itu, dalam praktik bank selalu menilai jaminan calon debitor lebih rendah dari nilai pasar, sebagai nilai penyusutan yang harus ditanggung oleh calon debitor.
Hukum jaminan diatur dalam buku ke II KUH perdata yang berisi tentang benda, hak kebendaan, warisan, tentang piutang yang diistimewakan, gadai dan hipotik. Tentang benda danhak kebendaan merupakan asas dari buku ke II KUHPer. Waris dimasukan kedalam buku ke II KUHPer karena pengaruh dari hukum Romawi. Sedangkan tentang piutang yang diistimewakan mempunyai hubungan yang erat mengenai gadai dan hipotik. Buku KUHperdata memliki sistem tertutup. Artinya hak-hak kebendaan diluar dari buku ke II tidak diperkenankan dan para pihak yang membuat perjanjian tidak bebas dalam memperjanjikan hak kebendaan yang baru.
Namun pada kenyataannya pembuat undang-undang sendiri yang menciptakan hak kebendaan yang baru dalam suatu perundang-udangan diluar KUHPerdata, seperti: Creditverband dan Oogstverband. Selain itu praktek dan yurisprudensi juga mengenal adanya lembaga hukum baru, yang mempunyai ciri hak-hak kebendaan (fiducia). Hukum Jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap seorang debitur.
Dasar hukum jaminan adalah perjanjian pemberian jaminan kebendaan antara debitor dan kreditor dengan tujuan menjamin pemenuhan, pelaksanaan atau pembayaran suatu kewajiban, prestasi atau utang debitor kepada kreditor.
Agunan yang dapat diterima
Agunan yang Dapat Diterima adalah agunan kebendaan yang diterima bank, berupa agunan yang memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut. (1) dapat dengan mudah diperjualbelikan, (2) dapat diberikan nilai secara umum dan pasti, (3) harga barang tersebut relatif stabil, (4) dapat (dengan mudah) dipindahtangankan karena mempunyai bukti-bukli kepemilikan yang sah, (5) dapat diikat secara nota riil/legal (legally binding).
Jenis Penilaian Agunan
Jenis Penilaian Agunan adalah sebagai berikut:
1.      Nilai Pasar. Nilai pasar adalah nilai hasil penilaian agunan berdasarkan kondisi harga pasar/nilai wajar (Transaksi jual beli) dari jaminan tersebut, baik yang dinilai oleh tim penilai Bank maupun yang dilakukan oleh tim penilai independen.
2.      Nilai Bank. Nilai Bank adalah nilai agunan setelah memperhitungkan risiko tingkat kesulitan dalam menjual agunan tersebut. Besarnya tingkat keyakinan akan harga penjualan jaminan (Maximum Reliance Value-Collateral Margin) diberikan dalam bentuk persentase perkalian antara nilai pasar dan persentase minimum reliance yang akan menghasilkan Nilai Bank yaitu; Market Value [nilai pasar) x MRV. Nilai Bank ini dipergunakan untuk menentukan Nilai Likuidasi Jaminan jika dijual secara cepat.
3.      Nilai APHT. Nilai APHT adalah nilai jaminan (Tanah atau tanah + bangunan) yang didaftarkan dalam SHT sesuai dengan UUHT, yang akan menjadi hak preference Bank.
4.      Nilai Fidusia. Di dalam akta fidusia (FEO) terdapat 2 nilai, yaitu Nilai Penjaminan dan Nilai Benda. a. Nilai Penjaminan adalah nilai yang menjadi hak preference Bank yang tertuang dalam akta fidusia. b. Nilai Benda adalah nilai berdasarkan penilaian Bank. Besarnya nilai peniaminan yang harus dicantumkan dalam akta fidusia adalah minimum sebesar nilai bank dan maksimum sebesar nilai pasar dari objek yang dijaminkan.
Agunan Beresiko Tinggi
Beberapa kondisi jaminan atau agunan yang berisiko tinggi: a. Terkena pelebaran jalan/penggusuran, b. Keperuntukan jalur hijau, c. Tidak mempunyai akses jalan, d. Di bawah tegangan tinggi, e. Tanah kuburan/bersebelah dengan kuburan, f. Tanah gambut, payau, yang tidak dapat didirikan bangunan, g. Tanah dalam sengketa, h. Turn over piutang tidak lancar, i. Persediaan barang (inventory) yang mudah rusak.
Apabila dalam kondisi tertentu bank menerima jaminan di atas, jaminan tersebut tidak diperhitungkan dalam collateral coverage.
Analisis Agunan Pembiayaan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam analisis agunan pembiayaan adalah:
1.      Fungsi Agunan. Agunan (collateral) dapat dikatakan sebagai unsur pengaman lapis kedua (the second way out) bagi bank dalam setiap pemberian pembiayaan. Hal ini perlu diingat karena bagaimanapun baiknya analisis terhadap watak, kemampuan, permodalan, kondisi serta prospek usaha pemohon, apabila pembiayaan menjadi bermasalah, sumber pembayaran terakhir yang diharapkan oleh bank adalah dari penjualan agunan. Oleh karena itu, penilaian terhadap agunan wajib dilakukan sesuai penilaian prinsip kehati-hatian dan menggambarkan objektivitas penilaian yang wajar atas agunan pembiayaan yang dimaksud.
2.      Agunan Pokok. Sesuai dengan penjelasan pasal 8 UU RI No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan perubahannya pada UU RI No. 10 Tahun 1998, tersurat bahwa agunan pokok adalah agunan yang pengadaannya bersumber dari dana pembiayaan bank. Agunan ini dapat berupa barang proyek atau hak tagih. Pengertian proyek atau hak tagih harus diartikan sebagai seluruh usaha yang dibiayai dengan pembiayaan sebagai satu kesatuan yang meliputi aset perusahaan (baik aktiva lancar maupun sebagai aktiva tetap). Aset tersebut di atas termasuk yang langsung dibiayai dengan pembiayaan maupun yang tidak langsung dibiayai dengan pembiayaan. Agunan bank dapat hanya berupa agunan pokok tersebut apabila berdasarkan aspek-aspek lain dari 5 C pembiayaan telah diperoleh keyakinan atas kemampuan pemohon untuk melunasi pembiayaannya. Untuk jenis-jenis pembiayaan tertentu, dimungkinkan dilakukan penggantian agunan pokok dengan agunan lain yang mempunyai nilai likuiditas lebih tinggi.
3.      Agunan Tambahan. Agunan tambahan adalah agunan yang tidak termasuk dalam agunan pokok di atas. Sebagai contoh agunan tambahan adalah aktiva tetap di luar proyek yang dibiayai, surat berharga, garansi risiko, jaminan pemerintah, lembaga penjamin dan lain-lain. Agunan tambahan menjadi wajib dipenuhi apabila pejabat pemrakarsa dan atau pemutus berdasarkan analisis atas watak, kemampuan modal, kondisi dan prospek usaha pemohon ditambah dengan agunan pokok yang ada, belum merasa yakin bahwa pemohon akan mampu membayar pembiayaan sesuai yang diperjanjikan.
4.      Agunan Pembiayaan Konsumsi. Mengingat pengembalian pembiayaan konsumsi pada umumnya sulit diharapkan dari hasil penggunaan pembiayaan, dengan demikian agunannya diutamakan bersumber dari gaji, gaji pensiun, penghasilan lain, maupun aktiva tetap lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar