LEASING
Pengertian Leasing
Leasing atau
sewa guna usaha adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk
penyediaan barang – barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk
jangka waktu tertentu. Dengan melakukan leasing perusahaan dapat memperoleh
barang modal dengan jalan sewa beli untuk dapat lansung digunakan berproduksi,
yang dapat diangsur setiap bulan, triwulan atau enam bulan sekali kepada pihak
lessor.
Secara umum
leasing artinya Equipment funding, yaitu pembiayaan peralatan/barang modal
untuk digunakan pada proses produksi suatu perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pengertian
leasing menurut surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan dan Industri Republik Indonesia
No. KEP- 122/MK/IV/2/1974, Nomor 32/M/SK/2/1974, dan Nomor 30/Kpb/I/1974
tanggal 7 Februari 1974 adalah: ”Setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam
bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan
untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala
disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang
modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan
nilai sisa uang telah disepakati bersama”.
Equipment
Leasing Association di London memberikan definisi leasing sebagai berikut:
“Leasing adalah perjanjian antara lessor dan lessee untuk menyewa sesuatu atas
barang modal tertentu yang dipilih/ditentukan oleh lessee. Hak pemilikan barang
modal tersebut ada pada lessor sedangkan lessee hanya menggunakan barang modal
tersebut berdasarkan pembayaran uang sewa yang telah ditentukan dalam jangka
waktu tertentu”.
Berdasarkan beberapa pengertian di
atas, maka pada prinsipnya pengertian leasing terdiri dari beberapa elemen di
bawah ini:
1.
Pembiayaan perusahaan
2.
Penyediaan barang-barang modal
3.
Jangka waktu tertentu
4.
Pembayaran secara berkala
5.
Adanya hak pilih (option right)
6.
Adanya nilai sisa yang disepakati bersama
7.
Adanya pihak lessor
8.
Adanya pihak lessee
Jenis-jenis Leasing
1. Finance
Leasing (sewa guna usaha pembiayaan)
Dalam sewa guna
usaha ini, perusahaan sewa guna usaha (lessor) adalah pihak yang membiayai
penyediaan barang modal. Penyewa guna usaha (lessee) biasanya memilih barang
modal yang dibutuhkan dan atas nama perusahaan sewa guna usaha, sebagai pemilik
barng modal tersebut, melakukan pemesanan, pemeriksaan dan pemeliharaan barang
modal yang menjadi objek transaksi leasing.
2. Operating
lease (sewa menyewa biasa)
Dalam sewa guna
usaha ini, perusahaan sewa guna usaha membeli barang modal dan selanjutnya
disewagunakan kepada penyewa guna usaha. Berbeda dengan finance lease, jumlah
seluruh pembayaran sewa guna usaha berkala dalam operating lease tidak mencakup
jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal tersebut berikut
dengan bunganya. Perbedaan ini disebabkan perusahaan sewa guna usaha
mengharapkan keuntungan justru dari penjualan barang modal yang disewa guna
usahakan atau melalui beberapa kontrak sewa guna usaha lainnya.
3. Sales
– Typed Lease (sewa guna usaha penjualan)
Suatu transaksi
sewa guna usaha, dimana produsen atau pabrikan juga berperan sebagai perusahaan
sewa guna usaha sehingga jumlah traksaksi termasuk bagian laba sudah
diperhitungkan oleh produsen atau pabrikan.
4. Leveraged
Lease
Suatu transaksi
sewa guna usaha, selain melibatkan lessor dan lessee juga melibatkan bank atau
kreditor jangka panjang yang membiayai bagian terbesar transaksi.
5. Cross
Border Lease
Transaksi pada
jenis ini merupakan suatu transaksi leasing yang dilakukan dengan melewati batas
suatu negara. Dengan demikian antara lessor dan lesse yang dilakukan dengan
melewati batas suatu negara. Dengan demikian antara lessor dan lesse terletak
pada dua negara berbeda.
Prosedur Mekanisme Leasing
Dalam melakukan perjanjian
leasing terdapat prosedur dan mekanisme yang harus dijalankan yang secara garis
besar dapat diuraikan sebaga berikut :
1. Lesse
bebas memilih dan menentukan peralatan yang dibutuhkan, mengadakan penawaran
harga dan menunjuk supplier peralatan yang dimaksudkan.
2. Setelah
lesse mengisi formulir permohonan lease, maka dikirimkan kepada lessor disertai
dokumen lengkap.
3. Lessor
mengevakuasi kelayakan kredit dan memutuskan untuk memberikan fasilitas lease
dengan syarat dan kondisi yang disetujui lesse (lama kontrak pembayaran sew
lease), setelah ini maka kontrak lease dapat ditandatangani.
4. Pada
yang sama, lesse dapat menandatangani kontrak asuransi untuk peralatan yang
dilease dengan perusahaan asuransi yang disetujui lessor, seperti yang
tercantum dalam kontrak lease. Antara lessor dan perusahaan asuransi terjalin
perjanjian kontrak utama. Kontrak pembelian peralatan akan ditandatangani
lessor dengan supplier peralatan tersebut.
5. Supplier
dapat mengirimkan peralatan yang dilease ke lokasi lesse. Untuk mempertahankan
dan memelihara kondisi peralatan tersebut, supplier akan menandatangani
perjanjian purna jual.
6. Lessee
menandatangani tanda terima peralatan dan menyerahkan kepada supplier.
7. Supplier
menyerahkan tanda terima (yang diterima dari lesse), bukti pemilikan dan
pemindahan pemilikan kepada supplier.
8. Lessor
membayar harga peralatan yang dilease kepada supplier.
9. Lesse
membayar sewa lease secara periodik sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah
dditentukan dalam kontrak lease.
Leasing Syariah
Sewa guna usaha
syari’ah adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik
secara sewa guna usaha dengan hak opsi maupun tanpa hak opsi yang akan
digunakan oleh penyewa selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran
secara angsuran dimana menggunakan prinsip ijarah dan ijarah muntahiyah
bittamlik. Sewa guna usaha syari’ah diatur di dalam:
a. Peraturan
Ketua Badan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor Per-03/BL/2007 tentang
Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syari’ah.
b. Peraturan
Ketua Badan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor Per-04/BL/2007 tentang
Akad-akad Yang Digunakan Dalam Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan
Prinsip Syari’ah.
c. Surat
Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor
B-323/DSN-MUI/XI/2007 tanggal 29 November 2007 tentang Pernyataan DSN-MUI atas
Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.
Dasar hukum
yang dipakai dalam sewa guna usaha syari’ah berlainan dengan dasar hukum yang
dipakai dalam sewa guna usaha konvensional karena sewa guna usaha konvensional
diatur di dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 tentang
Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing). Sewa guna usaha konvensional menganut
asas-asas yang berlaku di dalam KUHPerdata dimana kiblatnya adalah hukum Eropa
Kontinental, seperti asas kebebasan berkontrak. Sedangkan sewa guna usaha
syari’ah menganut asas-asas yang kiblatnya kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Asas-asas dalam Hukum Perdata
Islam yang digunakan di dalam sewa guna usaha syari’ah yaitu:
-
Asas Kebolehan.
-
Asas kebebasan dan Kesukarelawan.
-
Asas Pembawa Manfaat dan Menolak Mudharat.
-
Asas Kebajikan atau Kebaikan.
-
Asas Adil dan Seimbang.
-
Asas Larangan Merugikan Diri Sendiri dan Orang
Lain.
-
Asas mendapatkan hak karena usaha dan jasa.
-
Asas Mengatur dan Memberi Petunjuk.
-
Asas Kebebasan Berusaha.
-
Asas Beritikad Baik dan Dilindungi.
-
Asas Mendahulukan Kewajiban Daripada Hak.
Jenis-Jenis Sewa Guna Usaha Syari’ah
Sewa guna usaha syari’ah
dilakukan berdasarkan :
1. Ijarah
(tanpa hak opsi)
2. Ijarah
Muntahiah Bit Tamlik (dengan hak opsi)
Pada dasarnya
jenis sewa guna usaha yang diterapkan dalam sewa guna usaha syari’ah sama
jenisnya dengan yang diterapkan di sewa guna usaha konvensional namun penyebutanya
saja yang berbeda.
Ijarah = operating lease = tidak
mendapatkan hak opsi diakhir masa sewa
Ijarah Muntahiyah Bittamlik =
finance lease = dapat hak opsi diakhir masa sewa
Pengertian
tentang Ijarah adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat)
atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), antara
Perusahaan Pembiayaan sebagai pemberi sewa (mu’ajjir) dengan penyewa
(musta’jir) tanpa diikuti pengalihan kepemilikan barang itu sendiri.
Pengertian
tentang Ijarah Muntahiah Bit Tamlik adalah akad penyaluran dana untuk
pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan
pembayaran sewa (ujrah), antara Perusahaan Pembiayaan sebagai pemberi sewa
(mu’ajjir) dengan penyewa (musta’jir) disertai opsi pemindahan hak milik atas
barang tersebut kepada penyewa setelah selesai masa sewa.
Dalam Sewa Guna
Usaha Konvensional, pemberi sewa disebut dengan Lessor sedangkan penerima sewa
disebut dengan Lesse. Dalam Sewa Guna Usaha Syari’ah, pemberi sewa disebut
dengan Muajjir. Sedangkan Penerima Sewa disebut dengan Musta’jir.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar