Rabu, 25 April 2012

Sharf


Apakah sharf termasuk dalam akad tijarah atau tabarru’??
Pengertian Akad
Kontrak  atau Akad dalam bahasa arab adalah ‘uqud jamak dari ‘aqd, yang secara bahasa arti nya, mengikat,bergabung, mengunci, menahan, atau dengan kata lain membuat suatu perjanjian.  Di dalam Hukum Islam, aqd artinya : “ gabungan atau penyatuan dari  penawaran ( Ijab ) dan penerimaan  (qabul)” yang sah sesuai dengan hukum Islam. Ijab adalah penawaran dari pihak pertama, sedangkan qabul adalah penerimaan dari penawaran yang disebutkan oleh pihak pertama.
Akad dari istilah fiqh ialah ikatan di antara ijab dan qabul yang dibuat mengikut cara yang disyariatkan yang sabit kesannya pada barang berkenaan. Dengan perkataan lain akad melibatkan pergantungan cakapan salah satu pihak yang berakad dengan cakapan pihak yang satu lagi, mengikut ketentuan syarak yang akan melahirkan kesan pada barang yang diakadkan. (al-Zuhaily,Wahbah, 2002, Fiqh & perundangan Islam, pent. Md. Akhir Haji Yaacob, Dewan Bahasa dan Pustaka, jld.4, hlm.83). Dari aspek undang-undang pula, kontrak didefinisikan sebagai semua perjanjian adalah kontrak jika dibuat atas kerelaan bebas pihak-pihak yang layak membuat kontrak, untuk sesuatu balasan yang sah, dan dengan sesuatu tujuan yang sah (Akta Kontrak, seksyen 10 (1)).
Jenis Akad
Dari segi ada atau tidak adanya kompensasi, fikih muamalat membagi lagi akad menjadi dua bagian, yakni akad tabarru’ dan akad tijarah/mu’awadah.
1.      Akad Tabarru’
Akad tabarru’ (gratuitous contract) adalah segala macamperjanjian yang menyangkut not-for profit transaction (transaksi nir-laba). Transaksi ini pada hakekatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari keuntungan komersil. Akad tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong-menolong dalam rangka berbuat kebaikan (tabarru’ berasal dari kata birr dalam bahasa Arab, yang artinya kebaikan). Dalam akad tabarru’ pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak mensyaratkan imbalan apapun kepada pihak lainnya. Imbalan dari akad tabarru’ adalah dari Allah SWT, bukan dari manusia. Namun demikian, pihak yang berbuat kebaikan tersebut boleh memintakepada counter-part-nya untuk sekadar menutupi biaya (cover the cost ) yang dikeluarkannya untuk dapat melakukan akad tabarru’ tersebut. Tapi ia tidak boleh sedikitpun mengambil laba dari akad tabarru’ itu. Contoh akad-akad tabarru’ adalah qard, rahn, hiwalah,wakalah, kafalah, wadi’ah, hibah,waqf, shadaqah, hadiah, dll.
Fungsi Akad Tabarru’:
Akad tabarru’ ini adalah akad-akad untuk mencari keuntungan akhirat, karena itu bukan akad bisnis. Jadi, akad ini tidak dapat digunakan untuk tujuan-tujuan komersil. Bank syariah sebagai lembaga keuangan yang bertujuan untuk mendapatkan laba tidak dapat mengandalkan akad-akad tabarru’ untuk mendapatkan laba. Bila tujuan kita adalah mendapatkan laba, maka gunakanlah akad-akad yang bersifat komersil, yakni akad tijarah. Namun demikian, bukan berarti akad tabarru’ sama sekali tidak dapat digunakan dalam kegiatan komersil. Bahkan pada kenyataannya, penggunaan akad tabarru’ sering sangat vital dalam transaksi komersil, karena akad tabarru’ ini dapat digunakan untuk menjembatani atau memperlancar akad-akad tijarah.
2.      Akad Tijarah
Berbeda dengan akad tabarru’, akad tijarah/mu’awadah (compensational contract) adalah segala macam perjanjian yang menyangkut for profit transaction. Akad-akad ini dilakukan dengan tujuan mencari keuntungan, karena itu bersifat komersil.
Berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperolehnya, akad tijarah pun dapat kita bagi menjadi dua kelompok besar, yakni: Natural Uncertainty Contracts dan Natural Certainty Contracts.
a.       Natural Certainty Contract (NCC)
Dalam NCC, kedua belah pihak saling mempertukarkan aset yang dimilikinya, karena itu objek pertukarannya (baik barang maupun jasa) pun harus ditetapkan di awal akad dengan pasti, baik jumlahnya (quantity), mutunya (quality), harganya (price), dan waktu penyerahannya (time of delivery). Jadi, kontrak-kontrak ini secara “sunnatullah” (by their nature) menawarkan return yang tetap dan pasti. Yang termasuk dalam kategori ini adalah kontrak-kontrak jualbeli, upah-mengupah, sewa-menyewa, dll, yakni sebagai berikut:
-        Akad Jual-Beli (Al-Bai’. Salam, dan Istishna’)
-        Akad Sewa-Menyewa (Ijarah dan IMBT)
b.       Natural Uncetrainty Contracts (NUC)
Dalam NUC, pihak-pihak yang bertransaksi saling mencampurkan asetnya (baik real assets maupun financial assets) menjadi satu kesatuan, dan kemudian menanggung resiko bersama-sama untuk mendapatkan keuntungan. Di sini, keuntungan dan kerugian ditanggung bersama. Karena itu, kontrak ini tidak memberikan kepastian pendapatan (return), baik dari segi jumlah (amount) maupun waktu (timing)-nya. Yang termasuk dalam kontrak ini adalah kontrak-kontrak investasi. Kontrak investasi ini secara “sunnatullah” (by their nature) tidak menawarkan return yang tetap dan pasti. Jadi sifatnya tidak “fixed and predetermined”.
Sharf
Dalam kamus al-Munjid fi al-Lughah disebutkan bahwa al-sharf berarti menjual uang dengan uang lainnya. Al-Sharf yang secara harfiyah berarti penambahan, penukaran, penghindaran, atau transaksi jual beli. Dengan demikian al-Sharf adalah perjanjian jual beli satu valuta dengan valuta lainnya. Valas atau al-sharf secara bebas diartikan sebagai mata uang yang dikeluarkan dan digunakan sebagai alat pembayaran yang sah di negara lain.
Muhammad al-Adnani mendefinisikan al-sharf dengan tukar menukar uang. Taqiyyudin an-Nabhani mendefinisikan al-sharf dengan pemerolehan harta dengan harta lain, dalam bentuk emas dan perak, yang sejenis dengan saling menyamakan antara emas yang satu dengan emas yang lain, atau antara perak yang satu dengan perak yang lain atau berbeda jenisnya semisal emas dengan perak, dengan menyamakan atau melebihkan antara jenis yang satu dengan jenis yang lain.
Definisi al-sharf menurut Abdurrahman al-Maliki adalah pertukaran harta dengan harta yang berupa emas atau perak, baik dengan sesama jenisnya dengan kuantitas yang sama, maupun dengan jenis yang berbeda dengan kuantitas yang sama ataupun tidak sama. Karena mata uang sekarang dianggap sama dengan emas dan perak, maka Rawwas Qa’ahjie mendefinisikannya secara umum, yaitu pertukaran uang dengan uang. (Abdurrahman al-Maliki, As-Siyasah al-Iqtishadiyah al-Mustla, hal. 114 & 125; Ali As-Salus, Mausu’ah Al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Mu’ashirah, hal. 432; Rawwas Qal’ahjie, Mu’jam Lughah al-Fuqaha, hal. 85 & 208).
Hukum jual beli mata uang mubah selama memenuhi syarat-syaratnya. Jika yang dijualbelikan sejenis (misal rupiah dengan rupiah, atau dolar AS dengan dolar AS), syaratnya dua. Pertama, harus ada kesamaan kuantitas, yakni harus sama nilainya. Kedua, harus ada serah terima (at-taqabudh) di majelis akad. Jadi harus kontan dan tak boleh ada penundaan serah terima. Adapun jika yang dijualbelikan tak sejenis (misal rupiah dengan dolar AS), syaratnya satu, yaitu dilakukan secara kontan. (Taqiyuddin an-Nabhani, Muqaddimah al-Dustur, 2/155; Abul A’la al-Maududi, Ar-Riba, hal. 114; Sa’id bin Ali al-Qahthani, Ar-Riba Adhraruhu wa Atsaruhu, hal. 23).
Aktivitas perdagangan valuta asing, harus sesuai dengan norma-norma syariah, antara lain harus terbebas dari unsur riba, maisir, gharar. Karena itu perdagangan valas harus memperhatikan batasan sebagai berikut ;
a)      Pertukaran tersebut harus dilakukan secara tunai (spot), artinya masing-masing pihak harus menerima/menyerahkan masing-masing mata uang pada saat yang bersamaan.
b)      Motif pertukaran adalah untuk kegiatan bisnis sektor riil, yaitu transaksi barang dan jasa, bukan dalam rangka spekulasi.
c)      Harus dihindari jual beli bersyarat. Misalnya, si A setuju membelinya kembali pada tanggal tertentu di masa mendatang.
d)     Transaksi berjangka harus dilakukan dengan pihak uang diyakini mampu menyediakan valuta asing yang dipertukarkan.
e)      Tidak dibenarkan menjual barang yang belum dikuasai atau dengan kata lain, tidak dibenarkan jual beli tanpa hak kepemilikan (ba’i al-fudhuli).

Kesimpulan:
Berdasarkan pemaparan di atas dapat kita simpulkan bahwa sharf termasuk ke dalam transaksi tabarru’ dimana transaksi sharf ini tidak untuk mencari keuntungan.
Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar