PASAR MODAL
A.
Pengertian
Definisi
pasar modal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
(UUPM) adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan
Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta
lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek.
Berdasarkan
definisi tersebut, terminologi pasar modal syariah dapat diartikan sebagai
kegiatan dalam pasar modal sebagaimana yang diatur dalam UUPM yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah. Oleh karena itu, pasar modal syariah
bukanlah suatu sistem yang terpisah dari sistem pasar modal secara keseluruhan.
Secara umum kegiatan Pasar Modal Syariah tidak memiliki perbedaan dengan pasar
modal konvensional, namun terdapat beberapa karakteristik khusus Pasar Modal
Syariah yaitu bahwa produk dan mekanisme transaksi tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip syariah.
B.
Dasar
Hukum
Sebagai bagian dari sistem pasar
modal Indonesia, kegiatan di Pasar modal yang menerapkan prinsip-prinsip
syariah juga mengacu kepada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal berikut peraturan pelaksananaannya (Peraturan Bapepam-LK, Peraturan
Pemerintah, Peraturan Bursa dan lain-lain). Bapepam-LK selaku regulator pasar
modal di Indonesia, memiliki beberapa peraturan khusus terkait pasar modal
syariah, sebagai berikut:
1.
Peraturan
Nomor II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah
2.
Peraturan
Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah
3.
Peraturan
Nomor IX.A.14 tentang Akad-akad yang digunakan dalam Penerbitan Efek Syariah
C.
Jenis & Fungsi Pasar Modal
Adapun
fungsi pasar modal antara lain:
1. Fungsi
Ekonomi. Pasar modal menyediakan fasilitas atau wahana yang mempertemukan dua
kepentingan yaitu pihak investor dan pihak yang memerlukan dana.
2. Fungsi
Keuangan. Pasar modal memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh imbalan
(return) bagi pemilik dana, sesuai
dengan karakteristik investasi yang dipilih.
Fungsi
dari keberadaan pasar modal syariah :
1. Menyediakan mekanisme untuk alokasi
sumber keuangan dalam ekonomi.
2. Menyediakan likuiditas dalam harga
termurah di pasar, seperti transaksi dengan biaya terendah.
3. Menjamin transparansi harga
sekuritas dengan mementukan harga dari resiko premi yang merefleksikan resiko
dari sekuritas.
4. Menyediakan kesempatan untuk
membangun diversifikasi portofolio dan untuk mengurangi tingkat resiko melalui
diversifikasi lintas geografi dan lintas waktu.
Pasar
modal dibedakan menjadi 2 yaitu pasar perdana dan pasar sekunder :
1. Pasar Perdana (Primary
Market)
Pasar
Perdana adalah penawaran saham pertama kali dari emiten kepada para pemodal
selama waktu yang ditetapkan oleh pihak penerbit (issuer) sebelum saham tersebut belum diperdagangkan di pasar
sekunder. Biasanya dalam jangka waktu sekurang-kurangnya 6 hari kerja. Harga
saham di pasar perdana ditetukan oleh penjamin
emisi dan perusahaan yang go public berdasarkan analisis fundamental perusahaan
yang bersangkutan.
Dalam
pasar perdana, perusahaan akan memperoleh dana yang diperlukan. Perusahaan
dapat menggunakan dana hasil emisi untuk
mengembangkan dan memperluas barang
modal untuk memproduksi barang dan jasa. Selain itu dapat juga digunakan
untuk melunasi hutang dan memperbaiki struktur pemodalan usaha. Harga saham
pasar perdana tetap, pihak yang berwenang adalah penjamin emisi dan pialang,
tidak dikenakan komisi dengan pemesanan yang dilakukan melalui agen penjualan.
2. Pasar Sekunder (Secondary
Market)
Pasar
sekunder adalah tempat terjadinya transaksi jual-beli saham diantara investor
setelah melewati masa penawaran saham di pasar perdana, dalam waktu selambat-lambatnya 90 hari setelah ijin emisi diberikan maka efek tersebut harus dicatatkan di bursa. Dengan adanya pasar sekunder para investor dapat membeli dan menjual efek setiap saat. Sedangkan manfaat bagi perusahaan, pasar sekunder berguna sebagai tempat untuk menghimpun investor lembaga dan perseorangan.
setelah melewati masa penawaran saham di pasar perdana, dalam waktu selambat-lambatnya 90 hari setelah ijin emisi diberikan maka efek tersebut harus dicatatkan di bursa. Dengan adanya pasar sekunder para investor dapat membeli dan menjual efek setiap saat. Sedangkan manfaat bagi perusahaan, pasar sekunder berguna sebagai tempat untuk menghimpun investor lembaga dan perseorangan.
Harga saham pasar sekunder
berfluktuasi sesuai dengan ekspetasi
pasar, pihak yang berwenang adalah pialang, adanya beban komisi untuk penjualan dan pembelian,
pemesanannya dilakukan melalui anggota bursa, jangka waktunya tidak terbatas.
Tempat terjadinya pasar sekunder di dua tempat, yaitu:
a. Bursa regular
Bursa
reguler adalah bursa efek resmi seperti Bursa Efek Jakarta (BEJ), dan Bursa
Efek Surabaya (BES).
b. Bursa parallel
Bursa
paralel atau over the counter adalah
suatu sistem perdagangan efek yang terorganisir di luar bursa efek resmi,
dengan bentuk pasar sekunder yang diatur dan diselenggarakan oleh Perserikatan
Perdagangan Uang dan Efek-efek (PPUE), diawasi dan dibina oleh Bapepam. Over the counter karena pertemuan antara
penjual dan pembeli tidak dilakukan di suatu tempat tertentu tetapi tersebar
diantara kantor para broker atau dealer.
D.
Pengenalan Produk Syariah di Pasar
Modal
Produk syariah di pasar modal antara
lain berupa surat berharga atau efek. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1995 tentang Pasar Modal (UUPM), Efek adalah surat berharga, yaitu surat
pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang,
Unit Penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan
setiap derivatif dari Efek.
Sejalan dengan definisi tersebut,
maka produk syariah yang berupa efek harus tidak bertentangan dengan prinsip
syariah. Oleh karena itu efek tersebut dikatakan sebagai Efek Syariah. Dalam
Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah
disebutkan bahwa Efek Syariah adalah Efek sebagaimana dimaksud dalam UUPM dan
peraturan pelaksanaannya yang akad, cara, dan kegiatan usaha yang menjadi
landasan pelaksanaannya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah di
Pasar Modal.
Sampai dengan saat ini, Efek Syariah
yang telah diterbitkan di pasar modal Indonesia meliputi Saham Syariah, Sukuk
dan Unit Penyertaan dari Reksa Dana Syariah.
1.
Saham Syariah
Secara
konsep, saham merupakan surat berharga bukti penyertaan modal kepada perusahaan
dan dengan bukti penyertaan tersebut pemegang saham berhak untuk mendapatkan
bagian hasil dari usaha perusahaan tersebut. Konsep penyertaan modal dengan hak
bagian hasil usaha ini merupakan konsep yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah. Prinsip syariah mengenal konsep ini sebagai kegiatan musyarakah atau
syirkah. Berdasarkan analogi tersebut, maka secara konsep saham merupakan efek
yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Namun demikian, tidak semua saham
yang diterbitkan oleh Emiten dan Perusahaan Publik dapat disebut sebagai saham
syariah. Suatu saham dapat dikategorikan sebagai saham syariah jika saham
tersebut diterbitkan oleh:
- Emiten dan Perusahaan Publik
yang secara jelas menyatakan dalam anggaran dasarnya bahwa kegiatan usaha
Emiten dan Perusahaan Publik tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip
syariah.
- Emiten dan Perusahaan Publik
yang tidak menyatakan dalam anggaran dasarnya bahwa kegiatan usaha Emiten
dan Perusahaan Publik tidak bertentangan dengan Prinsip-prinsip syariah,
namun memenuhi kriteria sebagai berikut:
1)
kegiatan
usaha tidak bertentangan dengan prinsip syariah sebagaimana diatur dalam
peraturan IX.A.13, yaitu tidak melakukan kegiatan usaha:
-
perjudian
dan permainan yang tergolong judi;
-
perdagangan
yang tidak disertai dengan penyerahan barang/jasa;
-
perdagangan
dengan penawaran/permintaan palsu;
-
bank
berbasis bunga;
-
perusahaan
pembiayaan berbasis bunga;
-
jual
beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) dan/atau judi (maysir), antara lain asuransi
konvensional;
-
memproduksi,
mendistribusikan, memperdagangkan dan/atau menyediakan barang atau jasa haram
zatnya (haram li-dzatihi), barang
atau jasa haram bukan karena zatnya (haram li-ghairihi)
yang ditetapkan oleh DSN-MUI; dan/atau, barang atau jasa yang merusak moral dan
bersifat mudarat;
-
melakukan
transaksi yang mengandung unsur suap (risywah);
2)
rasio
total hutang berbasis bunga dibandingkan total ekuitas tidak lebih dari 82%,
dan
3)
rasio
total pendapatan bunga dan total pendapatan tidak halal lainnya dibandingkan
total pendapatan usaha dan total pendapatan lainnya tidak lebih dari 10%.
3. Sukuk
Sukuk merupakan istilah baru yang
dikenalkan sebagai pengganti dari istilah obligasi syariah (islamic bonds). Sukuk secara terminologi
merupakan bentuk jamak dari kata ”sakk”
dalam bahasa Arab yang berarti sertifikat atau bukti kepemilikan. Sementara
itu, Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 memberikan definisi Sukuk sebagai
berikut:
“Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak tertentu, tidak terpisahkan atau tidak terbagi (syuyu’/undivided share) atas:
“Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak tertentu, tidak terpisahkan atau tidak terbagi (syuyu’/undivided share) atas:
a. aset berwujud tertentu (ayyan maujudat);
b. nilai manfaat atas aset berwujud (manafiul ayyan) tertentu baik yang sudah
ada maupun yang akan ada;
c. jasa (al khadamat) yang sudah ada maupun yang akan ada
d. aset proyek tertentu (maujudat masyru’ muayyan); dan atau
e. kegiatan investasi yang telah
ditentukan (nasyath ististmarin khashah).
Karakteristik Sukuk
Sebagai
salah satu Efek Syariah sukuk memiliki karakteristik yang berbeda dengan
obligasi. Sukuk bukan merupakan surat utang, melainkan bukti kepemilikan
bersama atas suatu aset/proyek. Setiap sukuk yang diterbitkan harus mempunyai
aset yang dijadikan dasar penerbitan (underlying
asset). Klaim kepemilikan pada sukuk didasarkan pada aset/proyek yang
spesifik. Penggunaan dana sukuk harus digunakan untuk kegiatan usaha yang
halal. Imbalan bagi pemegang sukuk dapat berupa imbalan, bagi hasil, atau
marjin, sesuai dengan jenis akad yang digunakan dalam penerbitan sukuk.
Jenis
Sukuk
Jenis
sukuk berdasarkan Standar Syariah AAOIFI No.17 tentang Investment Sukuk,
terdiri dari :
a. Sertifikat kepemilikan dalam aset
yang disewakan.
b. Sertifikat kepemilikan atas manfaat,
yang terbagi menjadi 4 (empat) tipe : Sertifikat kepemilikan atas manfaat aset
yang telah ada, Sertifikat kepemilikan atas manfaat aset di masa depan,
sertifikat kepemilikan atas jasa pihak tertentu dan Sertifikat kepemilikan atas
jasa di masa depan.
c. Sertifikat salam.
d. Sertifikat istishna.
e. Sertifikat murabahah.
f. Sertifikat musyarakah.
g. Sertifikat muzara’a.
h. Sertifikat musaqa.
i.
Sertifikat
mugharasa.
3.
Reksa Dana Syariah
Dalam
Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13 Reksa Dana syariah didefinisikan sebagai
reksa dana sebagaimana dimaksud dalam UUPM dan peraturan pelaksanaannya yang
pengelolaannya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah di Pasar
Modal.
Reksa
Dana Syariah sebagaimana reksa dana pada umumnya merupakan salah satu
alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan
pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko
atas investasi mereka. Reksa Dana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun
dana dari masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan untuk melakukan
investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas.
Reksa
Dana Syariah dikenal pertama kali di Indonesia pada tahun 1997 ditandai dengan
penerbitan Reksa Dana Syariah Danareksa Saham pada bulan Juli 1997.
Sebagai
salah satu instrumen investasi, Reksa Dana Syariah memiliki kriteria yang
berbeda dengan reksa dana konvensional pada umumnya. Perbedaan ini terletak
pada pemilihan instrumen investasi dan mekanisme investasi yang tidak boleh
bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Perbedaan lainnya adalah keseluruhan
proses manajemen portofolio, screeninng
(penyaringan), dan cleansing
(pembersihan).
Seperti
halnya wahana investasi lainnya, disamping mendatangkan berbagai peluang
keuntungan, Reksa Dana pun mengandung berbagai peluang risiko, antara lain:
a.
Risiko
Berkurangnya Nilai Unit Penyertaan.
Risiko ini dipengaruhi oleh turunnya
harga dari Efek (saham, sukuk, dan surat berharga syariah lainnya) yang masuk
dalam portfolio Reksa Dana tersebut. Ini berkaitan dengan kemampuan manajer
investasi reksadana dalam mengelola dananya.
b.
Risiko
Likuiditas
Risiko ini menyangkut kesulitan yang
dihadapi oleh manajer investasi jika sebagian besar pemegang unit melakukan
penjualan kembali (redemption) atas
sebagian besar unit penyertaan yang dipegangnya kepada manajer investasi secara
bersamaan dapat menyulitkan manajemen perusahaan dalam menyediakan dana tunai.
Risiko ini hanya terjadi pada perusahaan reksadana yang sifatnya terbuka (open-end funds). Risiko ini dikenal juga
sebagai redemption effect.
c.
Risiko
Wanprestasi
Risiko ini merupakan risiko
terburuk, dimana pada umumnya kekayaan reksa dana diasuransikan kepada
perusahaan asuransi. Risiko ini dapat timbul ketika perusahaan asuransi yang
mengasuransikan kekayaan Reksa Dana tersebut tidak segera membayar ganti rugi
atau membayar lebih rendah dari nilai pertanggungan saat terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan. Selain itu, wanprestasi dimungkinkan akibat dari pihak-pihak
yang terkait dengan reksa dana, pialang, bank kustodian, agen pembayaran, atau
bencana alam, yang dapat menyebabkan penurunan NAB (Nilai Aktiva Bersih) Reksa
Dana.
d.
Risiko
politik dan ekonomi
Risiko yang berasal dari perubahan
kebijakan ekonomi dan politik yang berpengaruh pada kinerja bursa dan
perusahaan sekaligus, sehingga akhirnya membawa efek pada portofolio yang
dimiliki suatu reksadana.
E. Pedoman Umum Penerapan Prinsip
Syariah Di Pasar Modal
Prinsip-prinsip syariah di pasar
modal terdapat dalam pasal 2 Fatwa DSN-MUI No. 40/ IX/ 2003 yaitu :
1. Pasar modal beserta seluruh
mekanisme kegiatannya terutama mengenai emiten, jenis efek yang diperdagangkan
dan mekanisme perdagangannya dipandang telah sesuai dengan syariah apabila
telah memenuhi prinsip-prinsip syariah.
2. Suatu Efek dipandang telah memenuhi
prinsip-prinsip syariah apabila telah memperoleh Pernyataan Kesesuaian Syariah.
Instrumen Pasar Modal Syariah Instrumen pasar modal pada prinsipnya adalah
semua surat-surat berharga (efek) yang umum diperjualbelikan melalui pasar
modal. Efek adalah setiap surat pengakuan hutang, surat berharga komersil,
saham, obligasi, sekuritas kredit, tanda bukti utang, right, warrants, opsi
atau setiap derivatif dari efek atau setiap instrumen yang ditetapkan oleh
Bapepam sebagai efek.
Karakteristik Pasar Modal Syariah
Sedangkan karakteristik yang diperlukan dalam membentuk pasar modal syariah
(Metwally, 1995, 178-179) adalah sebagai berikut :
1. Semua saham harus diperjualbelikan
pada bursa efek
2. Bursa perlu mempersiapkan pasca
perdagangan dimana saham dapat diperjualbelikan Melalui pialang.
3. Semua perusahaan yang mempunyai
saham yang dapat diperjualbelikan di Bursa efek diminta menyampaikan informasi
tentang perhitungan (account) keuntungan dan kerugian serta neraca keuntungan
kepada komite manajemen bursa efek, dengan jarak tidak lebih dari 3 bulan.
4. Komite manajemen menerapkan harga saham
tertinggi (HST) tiap-tiap perusahaan dengan interval tidak lebih dari 3 bulan
sekali.
5. Saham tidak boleh diperjual belikan
dengan harga lebih tinggi dari HST
6. Saham dapat dijual dengan harga
dibawah HST
7. Komite manajemen harus memastikan
bahwa semua perusahaan yang terlibat dalam bursa efek itu mengikuti standar
akuntansi syariah
Perdagangan saham mestinya hanya
berlangsung dalam satu minggu periode perdagangan setelah menentukan HST. 9)
Perusahaan hanya dapat menerbitkan saham baru dalam periode perdagangan, dan
dengan harga HST.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar